Dalam acara-acara adat batak kita akan mendengar suara yang keras dari raja parhata dalam memimpin jalannya kegiatan acara atau upacara adat. Tidak diketahui apakah dalam memimpin jalannya acara adat dilakukan dengan suara yang keras sejak mengenal alat pengeras suara, ataukah sebelum mengenal alat pengeras suara acara sudah dipimpin dengan suara yang keras pula.

Bagi orang batak, mendengar jalannya acara dipimpin dengan suara keras sudah biasa dan acara dapat diikuti dengan semestinya. Namun bagi pendatang dari suku asing apalagi dari negara asing yang tidak biasa mendengar suara keras akan menjadi momen yang menyakitkan.

Ada cerita yang beredar di media sosial dimana pada acara pernikahan seorang wanita batak dengan seorang pria Amerika di jakarta. Saking tidak kuatnya mendengar suara raja parhata ditingkahi dengan suara musik yang keras, orang tua pengantin pria yang berkebangsaan jerman meminta agar suara raja parhata dan suara musik di kecilkan. Namun sang raja parhata dan pemain musik tetap bersikukuh dengan volume yang keras karena menganggap sudah menjadi patron adat batak. Akhirnya orang tua pengantin pria keluar dari gedung dengan hati dongkol.

Mengapa orang batak sendiri tidak protes dengan suara raja parhata dan musik yang keras tersebut ? Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki rata-rata batas penginderaan yang sama.

Kemungkinan pertama adalah letak geografis di pegunungan maupun pantai yang banyak dipengaruhi oleh suara-suara alam seperti deru angin, desau dedaunan hutan, gemericik air dan deburan ombak. Sehingga ketika memimpin acara adat agar semua peserta mendengar, raja parhata bersuara dengan keras.

Kedua, bagi orang batak kesempatan berbicara ditengah kegiatan adat sangat tinggi nilainya. Demikian juga dengan menyebut dan memanggil kerabat didepan orang banyak untuk diberi jambar (tanda penghargaan), harus dipanggil dengan suara keras, agar yang dipanggil mendengar dan tidak terlewatkan.

Bagi orang batak, walaupun diberi jambar yang kecil(sepotong daging), itu adalah tanda bahwa kita di hormati dengan tidak memandang kaya atau miskin.

Salah satu bentuk jambar yang diterima adalah jambar hata, dimana salah satu pihak di berikan kesempatan untuk berbicara sesuai porsinya dalam sistem kekerabatan Dalihan na tolu. Sudah menjadi patron pula, berbicara yang tegas lugas dengan umpasa yang ditingkahi dengan suara musik gondang batak menjadi suatu kebanggaan dan menggambarkan kemumpuniannya dalam berbicara didepan umum.

Ada peribahasa batak yang mengatakan “Arga jambar juhut, ummarga do jambar hata” artinya lebih besar nilainya bagi seseorang diberikan penghargaan untuk berbicara didepan umum. Dengan berbicara di depan umum, seseorang dapat menunjukkan keahliannya dalam mengutarakan pendapat melalui umpasa dan tutur kata yang indah, sehingga jati dirinya yang mumpuni terpancar bagi semua orang. Tentu saja kata-kata yang diucapkannya dengan volume suara yang keras pula agar semua orang mendengar dan menangkap gema api umpasa yang dilontarkan baik berupa nasihat maupun doa-doa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *